Iklan

iklan

Iklan

iklan
,

Iklan

iklan

Pandangan Kyai Terhadap Pemilu

20 Jul 2018, 00:31 WIB Last Updated 2018-10-17T18:11:38Z
Pandangan Kyai Terhadap Pemilu

Masalah terbesar yang dihadapi masyarakat dalam setiap pemilu adalah ketika pemilu hanya dipahami sebatas pemilihan partai (dari partai, demi partai, besarkan partai, menghidupi partai) atau sekelas calon (eksekutif atau legislatif). Artinya apa untung ruginya bagi rakyat ketika memilih partai atau calon tertentu tidak pernah menjadi pertimbangan pemilih. Apa yang dipertimbangkan pada umumnya masih untung rugi golongan, mazhab, bisnis individu, nafsu syahwati, deal-deal pribadi dan interst-inters yang buruk lainnya. Masalah rakyat masih kalah dari kepentingan lainnya. Padahal, bagaimana kualitas pemilih begitulah yang akan menjadi pemimpin. Hal ini senada dengan ucapan Sayyidina Ali ketika menanggapi kritikan pengikutnya yang membandingkan kepemimpinannya dengan tiga khalifah sebelum beliau, yang mana kepemimpinan sebelumnya dianggap lebih baik. Jawab Sayyidina Ali ; “Khalifah Abu Bakar bin Shiddiq didukung oleh para pengikut setingkat Umar bin Khatab, Usman bin Affan dan diriku. Sedangkan kepemimpinanku didukung oleh orang-orang seperti kalian”.

Jadi, pandangan masyarakat yang benar terhadap pemilu akan mempengaruhi kwalitas pemimpin. Maka dalam pelaksanaan pemilu harus dibenarkan terlebih dahulu bagaimana cara memandang pemilu. Dan untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan sinergitas antara elemen masyarakat, agar terwujud pemimpin yang amanah dan peduli terhadap nasib rakyat.

Tipologi Pemilih

Di dunia ini setidaknya terdapat empet golongan orang Islam memilih; golongan pertama adalah orang Islam yang berilmu Islam, menjalankan Islam, berakhlak Islam dan sangat peduli dengan nasib umat. Golongan kedua, orang Islam yang sedikit berilmu, menjalankan Islam, tapi tidak peduli dengan nasib umat. Golongan ketiga, orang Islam yang tidak mempunyai ilmu Islam, tidak menjalankan syariat Islam dan tidak peduli terhadap urusan umat. Golongan keempat, orang Islam yang belajar Islam, menjalankan sebagian syariat Islam, suka mengkritik dan terkadang membenci terhadap Islam dan umat Islam, dan tidak peduli terhadap urusan umat Islam. Dalam lapisan masyarakat sayangnya golongan pertama adalah minoritas. Golongan ini kebanyakan adalah para ulama, kyai dan cendekiawan yang mempunyai kopetensi dan komitmen dalam menjaga negara. Golongan yang kedua dan ketiga adalah mayoritas. Mereka adalah politikus yang dekat dengan ulama atau masyarakat awam. Adapun golongan keempat sedikit jumlahnya namun besar bahayanya. Mereka adalah orang yang selalu mengkritik sistem pemerintah namun tidak mempunyai solusi untuk ditawarkan. Rasulullah bersabda “Barang siapa tidak peduli terhadap urusan umat Islam, maka ia bukan dari golongan kita” (al-hadith).

Sebagai garda terdepan dalam Islam para ulama maupun kyai secara individual maupun kolektif diharapkan tidak hanya menjadi contoh dalam kesopanan dan kejujuran pribadi tetapi juga dapat berperan sebagai pemimpin dan pembawa panji di dalam perjuangan untuk perubahan sosial. Oleh karena itu, keberadaan kyai-kyai akan cukup menentukan keberlangsungan pemilu di berbagai daerah. Salah satu dari deretan nama kyai yang menjadi perhatian publik di daerah Kedu adalah Kyai Chalwani, Purworejo. Kyai yang pernah menjadi anggota DPD / MPR RI Jawa Tengah ini telah menunjukkan bahwa ia adalah sosok manusia yang mempunyai kepribadian dan pandangan yang tetap dicari dan diterima dengan penuh kehormatan oleh para penguasa dan sesama kyai kyai lainnya. Dalam dakwahnya ia selalu menyerukan kapda masyarakat untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan adil. Hal tersebut dapat dilihat dari ceramahnya agar masyarakat taat dalam membayar pajak, begitu juga bagi penguasa agar tidak mudah melakukan potongan apapun bentuk potongannya. Selain itu dalam berpolitik ia juga sering memperlihatkan nilai-nilai keadilan, integritas, efisiensi, dan transparansi yang berhati-hati dan konsisten. Hal tersebut dapat diamati ketika partai politik yang ditumpanginya dipandang kurang memberikan kemaslahatan agama maka ia lebih mengedepankan nilai keIslamannya. Maka dalam karir politiknya tidak jarang ia berbeda dengan kebijakan partainya seperti dalam pemilihan presiden tahun 2004 dan lainnya. Naluri berpolitiknya didasari nilai keIslaman, bukan agama yang dijadikan kendaraan untuk memperoleh kekuasaan.

Jiwa Politik Kyai

Secara mendasar, dalam jiwa kyai telah tertanam bahwa cinta tanah air adalah sebagian dari iman, maka logis jika dikatakan bahwa siapapun yang melakukan korupsi dengan cara apapun seperti mempermudah kepentingan asing untuk keuntungan pribadi atau kelompok, menentukan kebijakan demi kepentingan golongan, partai, kelompok, organisassi sendiri dengan mengesampingkan kepentingan kepentingan organisasi lain selain setanah air, membuka keburukan orang-orang setanah air kepada asing, maka ia tergolong lemah imannya dan benar-benar tidak mencintai tanah airnya. Maka atas dasar tersebut kyai yang selalu mengarahkan dan menekankan bahwa tujuan politik bukan hanya bersifat material atau keduniaan belaka yang bertujuan untuk mewujudkan kabahagiaan bangsa yaitu menyuburkan kekayaan dan keagungan dunia. Melainkan untuk mewujudkan kemaslahatan akhirat dan kemaslahatan dunia yang kembali ke akhirat, karena segala kemaslahatan dunia dalam pandangan Islam harus diikhtibarkan pada kemaslahatan akhirat.

Jadi, dengan terlibatnya kyai dalam politik akan menjadi pembimbing kepada kebaikan, penunjuk kepada jalan terang, penjelas kepada kebenaran, penghalang dari keksesatan dan kekeliruan. Ia tidak akan meridhoi kedzaliman, tidak akan membiarkan kepalsuan, tidak akan menutupi kejahatan, dan tidak akan menghukum pencuri kecil dan membiarkan pencuri besar. Politik kyai lebih mengutamakan moral dan keadilan.

Pandangan kyai tersebut senada dengan pandangan al-Qardhawi bahwa terdapat hubungan simbiosis antara Islam dan Politik sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan daripada akibat Islam itu sendiri. Penilakan dan pemisahan politik dari Islam merupakan sebuah kejahatan dan miskonsepsi terhadap hakikat Islam. Maka sangat dibutuhkan pemimpin yang berdaulat dan mempunyai otoritas publik yang mampu mengkontrol pemerintahan secara efektif. Sehingga tidak akan muncul kondisi seperti ini seperti yang dikatakan Tomas Hobbes “dimana setiap manusia adalah musuh bagi manusia yang lain”.

Pemilu merupakan pesta rakyat. Demokrasi sebagai prinsip dalam berpolitik seharusnya mampu menciptakan pemerintah yang adil bukan hanya pemerintahan yang dibentuk oleh rakyat. Maka adalah penting agar masyarakat mempunyai keyakinan terhadap politik, walaupun tidak menjelaskan secara detail mengenai aplikasi politik namun pemahaman yang benar mengenai kaidah dalam politik. Dan salah satu yang menjembatani hal tersebut adalah kyai. Karena ia membawa misi kedamaian dan keadilan.

Iklan

iklan